Oleh: Nuzulia A’yun
Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana penurunan stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Presiden RI Joko Widodo mengatakan dalam forum ini bahwa stunting bukan hanya masalah tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan belajar anak, keterbelakangan mental dan munculnya penyakit kronis.
Oleh karena itu, keterbelakangan harus dikurangi sedini mungkin untuk menghindari dampak buruk jangka panjang bagi perkembangan anak.
Stunting merupakan gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh beberapa hal. Tidak hanya masalah gizi buruk, tetapi juga terkait dengan lingkungan yang kotor dan gaya hidup yang tidak sehat.
Banyak faktor yang menyebabkan peningkatan kasus, tidak hanya faktor ekonomi, tetapi juga pengetahuan keluarga, kesehatan ibu dan asupan makan, bahkan kesehatan lingkungan, saluran air bersih dan toilet yang bersih.
Masalah ini membutuhkan kerjasama semua pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi juga seluruh keluarga Indonesia. Pola asuh orang tua berperan penting dalam mencegah anak stunting karena kekurangan gizi.
Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mendapatkan makanan bergizi seimbang dan menjaga kebersihan lingkungan.
Hal yang harus dilakukan untuk menghindari stunting yaitu: Memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil, memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan , berkomitmen untuk menyusui sehat dengan MPASI , dan terus memantau tumbuh kembang anak.
Seperti yang kita ketahui, anak-anak sangat rentan terhadap penyakit, apalagi jika lingkungan di sekitarnya kotor. Faktor ini juga secara tidak langsung meningkatkan kemungkinan terjadinya stunting. Sebuah studi yang dilakukan di Harvard Chan School menemukan bahwa diare merupakan faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut.
Padahal salah satu pemicu diare adalah kontak dengan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Mahasiswa KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel bekerjasama dengan para orang tua melalui salah satu perangkat desa yaitu Pak Mu’arif selaku sekretaris desa melaksanakan sosialisasi terpadu di balai desa.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengatasi dan mengurangi masalah stunting melalui pola asuh .Dalam kegiatan ini, para ibu diajarkan bagaimana tanggung jawab merawat dan menyayangi anaknya. Seorang anak memang perlu bimbingan dan arahan dari setiap orang tua mulai dari masih dalam kandungan hingga anak menjadi mengerti akan arti kehidupan serta bahayanya penggunaan gadget pada anak balita. Bila anak dibiarkan menggunakan handphone secara terus menerus maka akan berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak, terutama cara anak belajar bersosialisasi.
Mengenai edukasi tentang pendidikan anak juga di sosialisasikan kepada para orang tua. Dalam kegiatan ini sosialisasi di lakukan dengan tujuan jangan sampai orang tua berstigma kalau ekonomi keluarga mempengaruhi pendidikan anak sehingga pendidikan ini dikesampingkan. Mereka punya cita-cita dan masa depan sendiri, jadi selaku orang tua harus memberikan yang terbaik demi masa depan anak.
Setelah sosialisasi parenting untuk pencegahan stunting, para mahasiswa KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel menggalakkan program Gerakan Minum Susu bersama (GERMISU). Gerakan Minum Susu ini dilaksanakan untuk mendukung sosialisasi hubungan orangtua-anak dan mengurangi tumbuh kembang anak. Senin (31/7/2023)
Kegiatan ini berlangsung di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dan dimulai pukul 09.30. Gerakan Minum Susu (Germisu) diselenggarakan untuk membantu mahasiswa melaksanakan program.
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan masyarakat desa Kalisongo lebih sadar akan kebutuhan protein keluarganya sehingga dapat mengurangi stunting di desa Kalisongo kedepannya.
Penulis adalah mahasiswi KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel
Discussion about this post